BANDA ACEH – Sejak terpilih sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tahun 2014 lalu, angota DPRA di nilai gagal menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Senin, 5 Agustus 2019.
Selama 2 tahun terakhir ini terlalu banyak persoalan yang di hadapi oleh rakyat Aceh. Dari persoalan politik ekonomi kebudayaan serta tentang tata kelola kemajuan Aceh.
Persoalan besar muncul satu bulan terakhir ini yaitu terkait ada uang yang jumlahnya memcapai Rp 2 Triliun tidak bisa di realisasikan, yang tentunya akan berpengaruh kepada semua sektor lapangan ekonomi rakyat.
Munzir, ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untu Demokrasi (EK-LMND) Aceh mengatakan, DPRA telah gagal dalam memperjuangkan politik rakyat, pasalnya tidak adanya upaya preventif yang di lakukan oleh para penyambung lidah rakyat tersebut, ini menandakan ada praktek koruptif yang sangat besar dalam parlemen Aceh.
“Kemiskinan rakyat di Aceh di picu oleh iklim ekonomi politik yang tidak sehat. Tanahnya kaya, tetapi masyarakatnya hidup miskin. Orang Aceh termarjinalisasi secara ekonomi. Ini persoalannnya, ekonomi Aceh tidak mengalir untuk kesejahteraan masyarakatnya, tetapi untuk segelintir orang, jelas aktivis Mahasiswa ini.
Uang Rp 2 Triluyun tersebut adalah uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan kesejahtraan rakyat. Namun ketika Dewan yang di pilih rakyat tidak bisa menunjukkan eksistensinya sebagai wakil rakyat baik secara moral maupun tindakan berarti DPRA tidak bekerja untuk rakyat. Tanpa mengubah sistem pengelolaan Anggaran belanja Aceh itu,” tegas munzir.
Sebanyak apapun uang yang dilontarkan oleh pemerintah pusat, tidak akan menyentuh kepentingan masyarakat, apalagi mendatangkan keadilan dan kesejahteraan sosial.
Munzir menambahkan, infrastruktur politik di Aceh juga tidak bekerja efektif untuk merespon berbagai keresahan dan persoalan masyarakat. Akibatnya, banyak aspirasi masyarakat Aceh tidak menemukan saluran politiknya.
Diperparah lagi, kata munzir, semakin rakyat Aceh selalu menjadi Alat untuk selalu menjadi tumbal dari dosa yang dikerjakan oleh para manusia yang serakah yang telah mereka pilih menjadi wakil rakyat.
“Akumulasi dari kemiskinan, ketidakadilan ekonomi, aspirasi yang terabaikan, yang desebabkan tipu muslihat politik kelompok yang selalu mengatasnamakan rakyat kebanyakan adalah akar masalahnya.
Karena itu, menurut Munzir, selain menyelesaikan persoalan ekonomi dan politik yang dihadapi masyarakat Aceh, kecerdasan para penyambung begitu penting untuk menjemput kemajuan Aceh.
“ kedepan di harapkan Aceh harus menjadi provinsi percontohan yang mampu melindungi segenap rakyat dan membawa rakyat Aceh kepada kesejahtraan sosial.
Lebih lanjut Munzir mengatakan, pentingnya gerakan ekstra parlementer ketika dewan perwakilan rakyat tidak bekerja untuk rakyat, untuk menuntaskan persoalan yang di hadapi oleh rakyat Aceh.
“Terutama menyelesaikan persoalan ekonomi dan politik ini. Juga memberi solusi alternatif terhadap model Otsus yang terbukti gagal mensejahterakan masyarakat Aceh,” tambahnya.
Ia juga berharap para pemuda dan mahasiswa dan seluruh komponen bangsa untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak rakyat karena mempercayai orang yang tidak bekerja untuk rakyat Adalah salah besar.(*).
Rilis : Munzir
Editor : Zulkifli