LBH Jakarta Duga ada Mafia Tanah di PN Bekasi

oleh
Forum Warga Pilar Tertindas (FOWAPTI) Bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bekasi, saat Menggelar aksi di Pengadilan Negeri Bekasi. Foto: Saripudin

BEKASI- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menduga ada kongkalikong antara Pengadilan Negeri (PN) Bekasi dan mafia tanah atas kasus persengkataan lahan yang dialami oleh Warga Kampung Pilar, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara.

Pengacara Publik LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora, S.H mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat keterkaitan dengan permintaan berkas putusan eksekusi yang di keluarkan oleh PN Bekasi. Sebab pihaknya  dan warga Pilar ingin mengetahui proses terjadinya eksekusi yang dikeluarkan oleh PN Bekasi.

“Warga minta surat-surat eksekusinya ke PN Bekasi, eksekusi pengadilan itukan berdasarkan hukum itukan pasti ada surat-suratnya. Siapa yang minta dieksekusi, siapa yang menang, tanahnya mau disebelah mana yang di gusur. Tapi yang jadi masalaha pengadilan tertutup tidak mau kasih surat-surat eksekusi,” jelanya ketiaka di wawancarai oleh awak media, Rabu (04/12/2019).

Lanjut dia mengatakan pihaknya sudah memenuhi prosedur untuk memperoleh informasi publik tetapi PN Bekasi seakan tidak menggubris hal tersebut.

“Minta kepengadilan melalui surat resmi, nggak dijawab. Nggak dihargai ,Kita masih mendesak PN Bekasi untuk mengasih surat-surat, ini apa-apaan ini kurang ajar, pengadilan ini kurang ajar ,” ucapnya.

Lanjut dia PN Bekasi harus terbuka. Sebab katanya setiap warga negara berhak atas informasi yang di keluarkan oleh lembaga negara semasih tidak mengganggu stabilitas negara.

“Kalau terbuka kan mereka jelas, yang menggusur kalian inikan pengadilan. Kalau terbukan kan ini jelas, oh yang menggusur kalian (warga pilar-red) si ini toh,” tuturnya.

Perlu diketahui menurut Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan (SK KMA 1-144/2011) Petugas informasi, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), dan atasan PPID di pengadilan tak bisa sembarangan menolak memberikan informasi yang diminta masyarakat.

Sepanjang informasi pengadilan tersebut bersifat terbuka dan sudah didokumentasikan, masyarakat dapat mengaksesnya. Petugas informasi, PPID, dan atasan yang menghalangi bisa terancam saksi. Sanksinya bukan hanya hukuman disiplin, tetapi juga ancaman sanksi pidana.

 

Penulis: Saripudin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *