JAKARTA – Isu Gempa Megathrust nyata didepan mata disebut bukan bualan semata. Sehingga Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan beberapa saran kepada para pelaku wisatawan.
Seperti dikutip dari laman travel.detik.com. Pihak BMKG menyarankan agar pelaku wisatawan pasang kuda-kuda, meski kapan terjadinya hempa megathrust tak ada yang mengetahuinya.
BMKG menyatakan, megathrust tidak bisa ditebak atau diprediksi kapan dan seberapa besar gempanya. Namun, siapapun bisa bersiaga dengan mengetahui mitigasi bencana.
“Saya ingin membagi upaya-upaya mitigasi ini. Yang pertama, bagaimana menyiapkan assessment. Ini artinya adalah kawasan wisata dan para pengelola, dalam hal ini hotel, ataupun pengelola wisata lainnya itu mampu memahami potensi bahaya yang bisa saja melanda wilayahnya,” kata Kepala Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pacific BMKG, Suci Dewi Anugerah, dalam The Weekly Brief With Sandi Uno. Senin 26/08/2024.
Jika telah mengenali megathrust dan potensi bahayanya, Suci mengatakan, masyarakat sebagai pelaku wisata harus mampu mengidentifikasi bagaimana tindakan evakuasi.
“Berapa kira-kira perkiraan jumlah wisatawan yang akan datang hingga bagaimana rencana evakuasinya. Dan lanjut ke aspek bagaimana membangun kesiap siagaan. Hotel-hotel coba dicek lagi apakah rambu-rambu evakuasi, jalur evakuasi sudah disiapkan dengan baik,” kata Suci.
Sici mengingatkan, setiap hotel untuk memperjelas papan petunjuk evakuasi hingga jalur evakuasi. Serta perlu juga bagi pemilik usaha hotel untuk mengetahui bagaimana kerja dari pintu darurat mereka. Juga perlu bagi hotel untuk menyiapkan alarm evakuasi.
“Mitigasi selanjutnya adalah menyiapkan informasi kesiap siagaan. Dibuat materi-materi edukasi, misalnya dibuat poster-poster lalu tempelkan pada papan informasi hotel,” tambah Suci.
Suci menyayangkan, sejauh ini masih banyak hotel-hotel yang sering menjadi tempat pertemuan dan tidak memberikan safety breafing kepada tamunya. Padahal itu adalah prosedur standar dalam keselamatan evakuasi.
“Hotel yang berada di wilayah rawan gempa bumi dan tsunami ini harus melakukan safety briefing sebelum pertemuan, sehingga tamu memahami apabila dalam kondisi darurat mereka tahu harus melakukan apa. Juga upayakan pegawai hotel terlatih dan sering mengikuti sosialisasi dan simulasi rutin,” kata dia.
“Nah kemudian adalah menyiapkan responnya. Hotel-hotel harus menyiapkan SOP rencana kontingensi. Bagaimana dengan command centernya, apakah sudah juga dilengkapi? Kemudian juga harus memastikan bahwa hotel ini bisa mendapatkan akses informasi gempa bumi dan tsunami dari BMKG,” sambung Suci.
Dalam kesempatan itu, Suci pun menegaskan bahwa megathrust bukanlah sekadar isu, tapi fakta dan memang sudah pernah terjadi di Indonesia.
“Tidak hanya berdasarkan kajian, tetapi faktanya memang itu pernah terjadi. Jangan lupa tsunami Aceh 2004 yang kekuatannya lebih dari 9 magnitudo, jangan lupa juga tsunami Mentawai yang kekuatannya 7,9 tetapi bisa membangkitkan tsunami yang sangat besar. Tsunami Pangandaran 2006 ataupun tsunami Nias di 2005 itu adalah gempa tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi di wilayah megathrust. Jadi ini semua adalah fakta yang tidak bisa kita elakkan,” tutup Suci.
Sumber: Travel.detik.com
Reporter: Deni