KAB LEBAK – Aacara Seren Taun Kaolotan Cibadak 2018 yang digelar dari tanggal 16 hingga 20/09/2018 di Kampung Cibadak, Desa Warungbanten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, berlangsung meriah. Seren Taun Kaolotan yang merupakan tradisi adat tahunan warga masyarakat Kampung Cibadak itu, dimeriahkan dari awal dengan adanya berbagai program kegiatan.
Setelah beberapa hari sebelumnya di kampung tersebut digelar berbagai kegiatan guna mengisi kemeriahan acara seren taun, yakni adanya kompetisi beberapa jenis olahraga, acara keagamaan dan acara tradisi adat Kampung Cibadak, sejumlah acarapun kembali digelar pada Puncak Acara Seren Taun yang menjadi tradisi adat tahunan warga masyarakat.
Prosesi puncak Seren Taun yang digelar pada Rabu, 19/09/2018, berpusat ditempat dan lokasi yang sama yang sering dipakai puncak acara tersebut setiap tahunnya, yakni di tengah padatnya pemukiman penduduk kampung tersebut yang diberi nama Alun-Alun Cibadak.
Pantauan Kontenindonesia.com dilokasi pada saat itu, mulai pukul 05.00 WIB seusai sholat subuh, warga masyarakat terlihat berkumpul ditengah alun-alun tersebut tepatnya dibawah Babai, yakni sebuah simbol adat seperti janur kuning yang terbuat dari rangkaian daun janur digantung dengan berbagai makanan sebagai hiasan.
Wikanta, juru bicara kaolotan Kampung Cibadak tersebut mengatakan, dimulainya puncak acara seren taun ini, yakni setelah suara tembakan bedil locok berkali-kali menimbulkan suara yang menggelegar ditengah kerumunan warga. Lalu, sejumlah ibu-ibu disini saling memegang halu (tongkat penumbuk padi) untuk memukul lesung secara beraturan, hingga mengeluarkan suara khasnya, seiring asap beraroma kayu cendana mengepul mengiringi suara lesung bertalu-talu.
“Sepanjang prosesi kurang lebih 1 jam itu, seorang olot atau sesepuh adat Kampung Cibadak berkeliling menyelipkan setangkai padi kering di sanggul ibu-ibu yang memukul lesung, sementara para penabuh angklung buhun dan dogdog lojor mengikuti dibelakangnya, yang perlahan mengelilingi lesung. Padi didalam lesung yang selesai ditumbuk, nantinya akan dimasak menjadi nasi kuning untuk dibawa pada saat Laran/Helaran Gede (Pawai Akbar),” kata Wikanta, saa diwawancarai Kontenindonesia.com dilokasi alun-alun tersebut. Rabu, 19/09/2018.
Beberapa saat kemudian, dikatakan Wikanta, sejumlah anak-anak yang akan disunat (Khitanan), berkumpul dengan digendong orangtuanya masing-masing, didepan salah satu rumah seorang ibu tua yang melakukan ritual Ngageuseur, menggosokkan gigi anak-anak satu persatu secara bergantian. Kemudian anak-anak dan para orangtuanya kembali berkumpul di bawah Babai tersebut, untuk bersiap-siap menjalani proses Laran Ka Cai, yang dipimpin sesepuh adat menuju air pancuran yang berada di pinggir kali, guna membersihkan kemaluan sejumlah anak-anak tersebut.
“Prosesi seperti ini sudah berlangsung ratusan tahun di Kaolotan Adat Cibadak, itu namanya Huntu selam ka batu, awak selam ka cai, sirit selam ka peso. Yang maksudnya, gigi selamat oleh batu, badan selamat oleh air, kemaluan selamat oleh pisau,” terangnya.
Masih dikatakan Wikanta, setelah sejumlah anak-anak yang akan di Khitanan tersebut selesai dibersihkan, kemudian disiapkan untuk prosesi Laran Gede, sebuah ritual yang dilakukan oleh para sesepuh yang menggunakan alat-alat yang dipakai sehari-hari seperti Hihid (kipas bambu) dan Centong, (penyiuk nasi). Selain itu, ada juga yang membawa golok, keris dan lainnya, yang merupakan alat-alat atau pusaka berusia sangat tua.
“Dalam hal tersebut bernama ritual Baksa, para sesepuh dengan alat-alat ditangannya masing-masing, lakukan semacam gerakan secara bersamaan seperti gerakan anak-anak bermain Engkle dengan diiringi suara tetabuhan musik pencak silat,” katanya.
Lalu, tambah Wikanta, setelah para anak-anak pengantin sunat selesai dibersihkan dan didandani, kemudian mereka dinaikkan ke atas tandu yang bentuknya menyerupai berbagai macam kendaraan mini, seperti mobil, rumah, motor roda tiga, helikopter, tanki militer dan sebagainya. Tandu yang ditumpangi anak-anak itu, dipikul para orangtuanya masing-masing menuju alun-alun, dan berkumpul dibawah Babai guna persiapan melaksanakan Laran Gede atau pawai akbar.
“Arak-arakan dimulai yang diawali oleh kelompok barisan Berok, diikuti dengan sekelompok orang yang saling menyabet tangan dan tubuh, kemudian Rengkong, Kendang dan Goong, Angklung Buhun, Pasukan Bedil dan Barisan Kaolotan Cibadak. Para pengantin Sunat yang diarak diatas kendaraan miniatur itu, diiringi Drum Band, Marawis, Pramuka dan Tanjidor. Kemeriahannya berlangsung sepanjang hari hingga malam, yang diisi dengan berbagai hiburan, yakni hiburan dangdut, jaipong, tanjidor dan wayang golek semalaman suntuk.” ujar Jubir Kasepuhan Cibadak itu.
Sementara itu, Ruhandi, Kepala Desa Warungbanten, Kecamatan Cibeber tersebut berharap, semoga dengan adanya acara Seren Taun Kaolotan di Kampung Cibadak yang rutin digelar setiap tahunnya ini, seluruh warga masyarakat bisa lebih memperkuat adat kampung, menjaga segi kerukunan, gotong royong dan saling asah saling asuh satu sama lainnya.
“Semoga setiap acara Seren Taun Kaolotan Cibadak yang digelar setiap tahunnya, bisa memperkuat tradisi adat kampung. Dan juga, semoga warga masyarakat bisa lebih saling bertanggung jawab terhadap kerukunan, gotong royong dan saling asah saling asuh satu sama lainnya.” ungkap Ruhandi, yang akrab disapa Pak Jaro itu, pasca diwawancara diarea alun-alun.
Untuk diketahui, puncak acara Seren Taun Kaolotan Cibadak tahun 2018 tersebut, dihadiri oleh mantan anggota DPR RI periode 2009-2014 Fraksi Partai PDIP, TB Dedy Miing Gumilar, beserta jajarannya, yang tampak stanby dari malam puncak acara.
Reporter : Supriyanto / Red
Editor : Deni