KOTA TASIKMALAYA|Perjalanan persidangan dengan terdakwa inisial (D) dengan dugaan kasus pasal 167 kini menjadi buah bibir para kalangan mahasiswa fakultas hukum.
Pasalnya, Terindikasi dalam perjalanan sidang ini banyak sekali temuan – temuan kejanggalan baik dalam prosesnya maupun tata cara persidangannya, Kata Endra R koordinator Mahasiswa, Kamis, (13/07/2023).
Menurut Endra (Mahasiswa Fakultas Hukum) menceritakan kronologis terjadinya hal tersebut. Yakni, Inisial (D) pada tahun 2017 mendirikan sebuah paguyuban di Kota Tasikmalaya dan (D) diajak oleh saudara (M) yang pada saat itu (M) menjabat sebagai konsultan dan kuasa di sebuah tempat wisata di wilayah Kecamatan Mangkubumi dan bukan pemilik tanah tersebut. Dengan ajakan (M), akhirnya (D) mengikuti ajakan tersebut sampai pada akhirnya (D) ditegur oleh Babinsa menanyakan terkait izin menempati dari pemilik lahan. Dengan tupoksi yang sesuai dilaksanakan oleh babinsa (D) di ajak bertemu dengan pemilik lahan yakni saudara (W), akhirnya dengan disaksikan oleh Babinsa (W) mengizinkan kepada saudara (D) untuk menempati dengan catatan dirawat dan dijaga namun tidak dengan tertulis (lisan).
Di samping (D) mendirikan Paguyuban seni beladiri, (D) pun mendirikan panti sosial dengan merekrut anak – anak jalanan dan orang tidak mampu untuk di beri pembinaan dan di urus dengan layak. Seiring waktu berjalan, (M) lepas kontrak dengan pemilik lahan yakni (W) dan sudah bukan lagi konsultan di tempat tersebut, namun (D) masih menempati anak asuhnya di tempat tersebut karena pikirnya sudah ada izin yang pada saat itu disaksikan oleh Babinsa, Jelas Endar.
Lanjut Endra mengatakan, Berawal dari surat pemberitahuan yang dikeluarkan oleh pemilik lahan, akhirnya (D) diharapkan untuk mengosongkan tempat tersebut dengan alasan akan digunakan oleh pemilik. Beberapa kali surat dilayangkan oleh pemilik melalui karyawan (W) sampai di tangan (D), namun (D) berharap untuk bertemu langsung dengan (W) karena ada salah satu hal yang ingin disampaikan perihal memohon waktu dan mencari tempat yang layak untuk binaannya, karena dari salah satu binaan (D) ada yang mengalami sakit strok. Dan bukan hanya perihal tersebut saja yang diharapkan oleh ( D), karena awal meminta izin dengan baik (D) juga ingin tetap baik dengan (W) walaupun pada akhirnya keluar dari lahan tersebut.
Namun apa yang diharapkan oleh (D) tidak sesuai angan angan, karena (W) sudah melaporkan (D) kepada APH atas dugaan pasal 167 KUHP. Berbagai upaya akhirnya ditempuh oleh (D) dan membuahkan hasil RESTORATIVE JUSTICE yang langsung disaksikan dan di fasilitator oleh JPU serta mengosongkan tempat tersebut.
Kejanggalan mulai datang di saat sudah terjalin RG dan menurut Kuasa Hukum serta para Mahasiswa bahwasannya penolakan RG diberi waktu 3 hari dari RG itu keluar, namun 2 bulan kemudian konon katanya RG ditolak oleh pihak Kejari, akhirnya Pengadilan Negeri Tasikmalaya menggelar persidangan atas jawaban eksepsi dari pihak Kuasa hukum terdakwa oleh pihak Kejaksaan Terdakwa dugaan kasus Pasal 167 KUHPidana adalah salah seorang Mahasiswa Institut Nadhlatul Ulama (INUTAS) Program study Hukum Keluarga Islam (HKI).
Dalam Surat dakwaan oleh pihak Jaksa Penuntut umum (JPU) kepada terdakwa yang berinisial (D), sebelumnya terdakwa diduga terjerat pasal 167 KUHPidana yaitu ;-” Barang siapa memaksa masuk kedalam rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Berdasarkan eksepsi sebelumnya (09/05/23), kuasa hukum terdakwa kepada Hakim diajukan ada 5 permohonan yang diantaranya adalah Membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU dan menghentikan proses pemeriksaan dakwaan Nomor Reg. Perkara PDM-II-06/Tasik/02.23 tanggal 12 April 2023 atas nama terdakwa, Tutup Endra.
Hal senada dikatakan oleh Hendi Haryadi SH sebagai PH ( Penasehat Hukum). Ia mengatakan, apa yang dikatakan oleh Endra R benar. Pasalnya, ‘RJ tersebut sudah sesuai dan jika ada penolakan seharusnya dilakukan maksimal 3 hari setelah RJ itu keluar lalu dilampiri dengan bukti surat penolakannya, kalau ini kan sudah jauh dari masa penolakan bahkan dua bulan kemudian baru ada informasi bahwa RJ ditolak oleh Kejaksaan Agung dan kasus ini berlanjut di persidangan Pengadilan Negeri tanpa kami tidak diberitahukan bukti penolakannya, ujar Hendi, Kamis (13/07/2023).
SELANJUTNYA BACA DISINI; Sidang Pasal 167, Humas PN Tasikmalaya: Sudah Melebihi Target Penundaan Sidang
Sementara itu, pihak dari PN (Pengadilan Negeri) Tasikmalaya melalui Humas mengatakan, sebenarnya ini ranah dari kejaksaan di sini PN hanya merespon laporan dari kejaksaan dan keputusannya akan di pertimbangkan oleh hakim apakah akan berlanjut sesuai RJ atau tuntutan dari jaksa, Kata Humas Ketika dikonfirmasi oleh awak media, Kamis (13/07/2023).
(Ri/jn)