KAB BOGOR – Ditemui disalah satu rumah makan dekat kediamannya, ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kabupaten Bogor, Fahri, menyatakan keprihatinannya terkait masih adanya pungutan-pungutan yang tidak jelas diberbagai sekolah, khususnya yang terjadi di sekolah-sekolah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) yang merupakan wilayah kerjanya.
“Karena, program pemerintah mengenai wajib belajar 9 tahun yang dilaksanakan sejak jaman Presiden RI Suharto, yang direncanakan juga oleh Presiden RI Joko Widodo, untuk ditambah menjadi 12 tahun, ini harus tercederai dengan masih adanya pungutan-pungutan diberbagai sekolah, semisalnya seperti adanya kabar yang terjadi di SMPN 3 Parung Panjang, Kabupaten Bogor.” kata Fahri, saat dijumpai dilokasi rumah makan tersebut. Sabtu, 17/02/2018.
Oleh karena itu dikatakan Fahri, guna mendukung program Presiden dalam hal pendisikan tersebut guna mencerdaskan anak bangsa, yang anggarannya sangat menyedot cukup besar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Sebagai Ketua JPKP yang juga Relawan JOKOWI, kami akan segera melakukan investigasi untuk mengusut tuntas persoalan pungutan itu, yang selanjutnya hasil investigasi tersebut apabila memenuhi unsur pungutan liar, maka nantinya akan dilaporkan ke Presiden RI.” tegasnya.
Hal itu lanjut Fahri, agar pihak-pihak yang diduga terlibat bisa diberikan sangsi yang tegas. Karena, selama ini sekolah-sekolah khususnya yang ada di Kabupaten Bogor, penegakan pelanggaran hukum di dunia pendidikannya dirasakan kurang maksimal.
“Jika disekolah ada pungutan-pungutan biaya yang tidak jelas maupun hal-hal yang dinilai janggal. Kami berharap kepada seluruh wali murid maupun para siswa sekolahnya, untuk tidak segan-segan melaporkan kepada pihak kami JPKP. Kami dari JPKP akan melakukan pendampingan secara sukarela bilamana diperlukan.” katanya.
Pendapat tersebut juga didukung oleh Hadi, salah seorang Pemerhati Dunia Pendidikan, bahwa Komite Sekolah maupun pihak Sekolah, ketika hendak melakukan Penggalangan Dana sejatinya harus melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut yang diantaranya, Tidak boleh melakukan paksaan kepada siswa untuk membayarnya. Harus adanya hasil musyawarah antara Komite dan Wali murid setiap kelas. Dan juga sebelumnya harus dilakukan sosialisasi kepada seluruh wali murid.
“Pungutan yang ditetapkan jumlah nilainya, itu tidak diperbolehkan. Karena pemerintah telah menyalurkan anggaran bantuan melalui program DANA BOS, KARTU INDONESIA PINTAR (KIP), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), dan juga bantuan-bantuan lainnya, guna mendukung kelancaran Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) disekolah.” terang Hadi.
Hadi menambahkan, pihak sekolah maupun komite, bisa meminta bantuan dana kepada pihak ketiga yang diluar sekolah, yang diantaranya, para pengusaha dan para tokoh yang ada di wilayah sekitaran sekolah tersebut, tanpa harus dibebankan kepada para siswa sekolah.
Seperti diberitakan Media Kontenindonesia.com sebelumnya, pada 15 Januari 2018 bertajuk “SMPN 3 PARUNG PANJANG LAKUKAN PUNGUTAN BIAYA RP 450 RIBU PER SISWA”. Adapun jumlah keseluruhan siswa dari 8 kelas di kelas 9 sekolah itu yang di perkirakan perkelasnya terisi sekitar 40 orang siswa, jumlah uang yang dipungut sebesar Rp. 450 ribu per siswa itu dengan total dikisaran Rp.144 juta.
Menurut sejumlah informasi dari beberapa siswa-siswi dan juga para orangtua siswa, bahwa uang tersebut untuk biaya sebagai berikut :
1. Pemantapan materi UN
2. Try out UN
3. Pengadaan materi latihan dan penyelesaian UN
4. Perpisahan
5. Pengadaan sampul ijasah
6. Pemotoan.
Penulis : Tineke Nicolas
Editor : Deni