LEBAK – Bak penampung air atau Head Pone milik PT. Tridigra Fower atau PLTM Bojongcisono di kampung Bojong, Desa Gunung Wangun, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten yang terlihat tanpa adanya pelindung atau pengaman, selain dinilai abai terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), hal tersebut juga sangat membahayakan bagi keselamatan jiwa.
Hal tersebut di ungkapkan Didi Kusnadi, Sekretaris Organisasi Massa (Ormas) Badak Banten Perjuangan (BBP) Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, saat mendatangi kantor PLTM Bojongcisono pekan kemarin.
Kenapa hal tersebut dinilai membahayakan, Didi berujar, karena selain head pone itu berdekatan dengan perkampungan, juga merupakan akses jalan menuju persawahan warga, dan pada head pone tersebut diketahui terdapat sedotan air ke bawah yang cukup kencang. Maka jika ada warga yang melintas dan terpeleset ke head pone itu, dikhawatirkan tidak bisa diselamatkan dan menjadi korban.
“Kenapa itu dinilai sangat membahayakan, karena head pone itu berdekatan dengan perkampungan warga, dan juga merupakan akses jalan menuju persawahan. Pada head pone itu kan terdapat sedotan air yang kencang ke bawah. Ditakutkan jika ada warga melintas lalu terpeleset ke head pone itu yang dikhawatirkan tidak bisa diselamatkan.” terang Didi.
Apalagi dikatakan Didi, bangunan PLTM Bojongcisono itu belum berijin dan juga belum ada ijin terkait penggunaan air, sedangkan Undang – Undang (UU) yang mengatur K3 menjelaskan meliputi tempat kerja, hak dan kewajiban pekerja serta kewajiban tempat kerja. Produk hukum yang mengatur tentang K3, itu diantaranya UU No 1 tahun 1970 tentang kesehatan kerja dan juga UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
“Bangunan PLTM Bojongcisono itu belum berijin, belum mempunyai ijin terkait penggunaan air. Padahal Undang – Undang yang mengatur K3 menjelaskan, yaitu meliputi tempat kerja, hak dan kewajiban pekerja serta kewajiban tempat kerja. Produk hukum yang mengatur K3, itu diantaranya UU No 1 tahun 1970 tentang kesehatan kerja dan juga UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan.” katanya.
Didi menambahkan, saya merasa prihatin dan sangat menyayangkan hal itu, setingkat perusahan besar seperti PT. Tridigra Fower atau PLTM Bojongcisono, terkesan tidak memperhatikan peraturan K3, padahal itu sangat penting sekali demi keselamatan bersama. Dengan head pone tanpa pengaman seperti otu, apakah mau dibiarkan saja atau menunggu korban, baru di pasang pengaman.
“Saya prihatin dan sangat menyayangkan hal tersebut. Ko setingkat perusahan besar PT. Tridigra Fower atau PLTM Bojongcisono, terkesan tidak memperhatikan peraturan K3, padahal itu sangat penting sekali demi keselamatan. Head pone tanpa pengaman seperti itu apakah mau dibiarkan saja atau menunggu korban baru di pasang pengaman.” tambahnya.
Sementara itu, petugas jaga di PLTM Bojongcisono, Wawan, saat dikonfirmasi mengatakan, pak manager PLTM Bojongcisono sedang tidak ada di tempat. Saya tidak tahu menahu terkait Ijin Mendirikan Bangunan (lMB) maupun head pone yang belum ada pengamanan atau pagarnya, saya hanya karyawan biasa saya hanya bekerja.
“Pak manager PLTM Bojongcisono tidak ada di tempat. Saya tidak tahu menahu terkait lMB maupun head pone yang belum ada pengamanan pagarnya, saya hanya karyawan biasa. Saya disini hanya bekerja.” ungkap Wawan.
Hingga berita ini di turunkan, awak media kontenindonesia.com berulang kali mencoba menghubungi Manager PLTM Bojongcisono yang diketahui bernama Bayu via telephone cellular, namun hingga kini belum dapat tersambung dan tidak ada jawaban.
Penulis : Supriyanto
Editor : Deni