JAKARTA – Pemerintah lewat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila, Filipina, menunggu konfirmasi resmi dari militer Filipina terkait berita mengenai tewasnya tiga warga negara Indonesia (WNI) dalam operasi penyerbuan ke kamp ekstrimis Islam di wilayah Filipina selatan yang menewaskan total 36 orang. KBRI sudah meminta informasi lebih lanjut, termasuk penemuan paspor WNI dalam operasi tersebut.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, saat dihubungi di Jakarta, Rabu 26 April 2017, mengatakan KBRI berusaha mengonfirmasi pemberitaan media di Filipina yang menyebutkan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) mengklaim telah menewaskan 36 ekstrimis termasuk tiga WNI dalam sebuah serangan gabungan kepada kelompok Maute di Lanao del Sur, Provinsi Mindanao.
“KBRI sudah meminta konfirmasi mengenai pemberitaan tersebut, namun hingga saat ini pihak AFP belum bisa memberikan konfirmasi,” ujar Iqbal.
“Pihak AFP menginformasikan bahwa baru akan dilakukan tes DNA terhadap 36 orang tersebut, namun hingga saat ini masih belum dilakukan,” tambahnya.
Militer Filipina mengklaim telah menewaskan 36 ekstrimis terkait Negara Islam lewat serangan udara dan darat selama tiga hari berturut-turut di Filipina selatan. Militer Filipina juga berhasil menduduki markas pemberontak tersebut. Dari 36 ekstrimis yang tewas disebutkan tiga orang adalah warga Indonesia dan satu orang warga Malaysia.
Terkait penemuan paspor, Iqbal mengatakan Konsulat Jenderal RI (KJRI) Davao, Filipina, juga sudah menerima informasi dari otoritas setempat terkait hal itu. Paspor yang ditemukan atas nama inisial MIS.
“Tapi hingga saat ini, AFP juga belum bisa memberikan konfirmasi apakah paspor itu terkait dengan 36 orang yang tewas dan di mana persisnya paspor itu ditemukan,” tandas Iqbal.
Sebelumbya, Jenderal Eduardo Ano dari militer Filipina menyatakan 14 orang yang tewas dalam operasi serangan di Lanao del Sur, telah berhasil diidentifikasi. Para pejabat militer Filipina juga memastikan bendera Filipina telah berkibar di kamp milik pemberontak Maute tersebut yang terafiliasi dengan IS, beberapa jam setelah militer Filipina berhasil menduduki tempat itu.
Menurut Ano, operasi pembersihan masih berlangsung dan pasukan saat ini mencoba mencari lokasi pemimpin militan yaitu Isnilon Hapilon untuk menentukan apakah dia sudah mati atau masih hidup. Ano mengatakan para militan asing yang tewas merupakan bekas anggota dari jaringan teroris Asia Tenggara yaitu Jamaah Islamiyah, namun telah bergabung dengan IS.
“Kematian mereka dikonfirmasi lewat intelijen dan para saksi,” kata Ano merujuk kepada militan asing yang tewas, seperti dikutip dari VOA.
Maute adalah satu dari sekian banyak kelompok bersenjata Muslim di Filipina yang telah bersumpah setia kepada IS. Kelompok itu membentuk aliansi di wilayah selatan Filipina beberapa tahun terakhir.***
(Deni)
Suara Pembaruan