TASIKMALAYA – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang banyak disebut sertifikat massal, sepanjang tahun 2020 yang ditangani Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar), semuanya sebanyak 63.000 unit sertifikat.
Demikian diungkapkan Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Hukum Pertanahan (HHP) BPN Kabupaten Tasikmalaya, Kustiawan, saat dikunjungi kontenindonesia.com diruang kerjanya, Rabu 13/01/2021.
Kustiawan mengatakan, tujuan Presiden Republik Indonesia (RI) dalam program sertifikat masal itu, sebenarnya untuk membantu masyarakat dalam menyertifikatkan lahan-lahannya. Karena kalo diurus secara sendiri-sendiri langsung ke kantor harus bayar, karena ada biayanya.
“Tujuan Presiden RI pada program sertifikat masal itu sebenarnya untuk membantu masyarakat menyertifikatkan lahannya masyarakat, karena kalo diurus secara sendiri dan langsung ke kantor harus bayar, ada biayanya. Program PTSL itu kan gratis dari pemerintah.” katanya
Dari tahun ke tahun dikatakan Kustiawan, dari aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, biaya untuk pengurusan sertifikat seperti untuk biaya materai, pengukuran dan patok-patok hingga pengurusan lainnya, biayanya dutuskan hanya Rp 150.000, tidak lebih dari itu.
“Dari tahun ke tahun dari aturan SKB tiga menteri itu, pengurusan sertifikat seperti untuk biaya materai, patok-patok dan pengurusan lainnya, biayanya hanya Rp 150.000. Karena memang dari negara dan juga aturan pemerintah bahwa program PTSL itu gratis untuk masyarakat.” kata dia.
Kustiawan berujar, saya menghimbau kepada para aparatur desa khususnya yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, dalam pengurusan program sertifikat PTSL itu jangan terlalu memberatkan kepada masyarakat.
“Himbauan saya ke para aparatur desa yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, untuk pengurusan program sertifikat massal atau PTSL jangan terlalu
memberatkan kepada masyarakat.” ujarnya.
Ditanya soal dugaan maraknya pungutan yang melebihi aturan penetapan SKB tiga menteri pada program PTSL tersebut, Kustiawan mengatakan, soal itu pihak BPN tidak tahu, dan juga BPN tidak ada hubungannya soal uang, mungkin kalo iya ada hal itu cuman inisiatif mereka saja.
“Menurut saya mungki itu inisiatif pihak tertentu diluar BPN, yang jelas dari pihak BPN tidak pernah memungut biaya sepeser pun, kecuali yang sesuai aturan persetujuan 3 menteri itu. Di tiap desa kan ada panitianya, yakni Kepala Desanya berikut dua orang bagian Puldadis, justru BPN memberikan honor pada mereka.” terang Kustiawan.
Kustiawan menambahkan, terkait hal itu yang diluar aturan dari tiga menteri, mungkin ada masalah yang diurus, misalnya dibuat Peraturan Desa (Perdes), atau ada hal kesepakatan yang dibuat antara mereka, itu bisa saja dan tidak menutup kemungkinan.
“Untuk hal-hal seperti itu yang diluar aturan dari tiga menteri itu, mungkin ada masalah yang diurus, misalnya dibuat Peraturan Desa (Perdes), ada hal kesepakatan yang dibuat antara mereka, itu bisa saja dan tidak menutup kemungkinan, tapi saya juga tidak tau.” tambahnya.
Kantor pertanahan itu dikatakan Kustiawan, adalah salah satu kantor yang menghasilkan uang yang di sebut dengan judul Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pemasukan dari BPN melalui PNBP ini 1 miliar per satu tahun ini.
“BPN adalah salah satu kantor yang menghasilkan uang, itu yang di sebut judul Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pemasukan PNBP dari BPN ini 1 miliar per satu tahun ini.” tambahnya.
Reporter : Deni