JAKARTA – Kasus perselingkuhan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie dengan istri polisi menggiringnya ke wacana pemakzulan yang digalang DPRD Kabupaten Katingan. Waakil rakyat di salah satu kabupaten wilayah Kalimantan Tengah itu juga akan belajar ke DPRD Garut Jawa Barat yang sudah berpengalaman melengserkan bupati terdahulu, yakni Aceng HM Fikri yang tersandung kasus pernikahan siri dengan Fani Octora, yang dinikahinya selama empat hari.
Sekedar kembali mengenang kasus Bupati Garut yang cukup menjadi fenomena dan menggemparkan dunia. Aceng Fikri menjadi Bupati Garut pada 13 Juni 2009. Namun dia digulingkan karena skandal besar yang mencuat pada 2012. Skandal itu adalah kasus pernikahan kilat dengan Fany Octora, tersiar hingga ke dunia internasional. Saat itu, masyarakat Garut bergejolak, menuntut Aceng untuk segera lengser dari jabatannya sebagai bupati. Akhirnya, DPRD Kabupaten Garut pun memakzulkan Aceng Fikri dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Kasus pemakzulan Aceng Fikri bermula saat Aceng dan Fani berkenalan pada Juli 2012. Kepada Fani, Aceng mengaku sudah dua tahun pisah ranjang dengan istrinya. Kemudian menikahlah Aceng dan Fany di rumah pribadi Aceng yang berada di daerah Copong Kabupaten Garut, pada hari Senin, 14 Juli 2012. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Limbangan, Abdurrozaq, menikahkan kedua mempelai secara siri.
Empat hari kemudian, melalui pesan singkat Aceng mengirimkan talak perceraian. Aceng mengaku sudah tidak ada rasa pada Fani, dengan menyertakan sejumlah alasan. Aceng menyebut Fanny tidak perawan dan merasa dibohongi. Saat itulah reaksi dimulai, foto-foto pernikahan Aceng dan Fani mulai tersebar di media sosial, kabar cara Aceng menceraikan Fani pun dikecam masyarakat Garut kala itu.
Masyarakat bergejolak, Demonstrasi besar-besaran terus dilakukan menuntut DPRD Kabupaten Garut segera mengambil tindakan. Akhirnya, Ketua DPRD Garut Ahmad Bajuri saat itu, menyatakan pihaknya akan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengambil langkah terhadap kasus Aceng.
Pada 5 Desember 2012, Pansus DPRD Garut tentang kasus Aceng benar-benar dibentuk. Pansus itu dibentuk lewat rapat paripurna. 21 Desember 2012, rapat paripurna DPRD Garut menyetujui pemakzulan Aceng yang dinilai melanggar etika dan Undang-undang. DPRD mengusulkan agar Aceng diberi sanksi karena melanggar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Semua anggota DPRD setuju pendapat DPRD ini diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).
22 Januari 2013, MA menyetujui pemakzulan Aceng dari jabatan Bupati Garut. Aceng dinilai MA telah melanggar sumpah jabatan sebagaimana tertuang dalam UU Pemda. Aceng juga dinyatakan melanggar UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena Aceng menikah dan menceraikan Fany tanpa memenuhi aturan yang resmi. Putusan ini diadili oleh Ketua Majelis Hakim Paulus E Lotulung dengan Supandi dan Yulius selaku hakim anggota.
1 Februari 2013, DPRD Garut menggelar rapat paripurna menindaklanjuti putusan MA di atas. DPRD Garut sepakat Aceng dilengserkan dan akan menyampaikan keputusan ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Menteri Dalam Negeri. 20 Februari 2013, Presiden SBY menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) No 17/P/ tahun 2013 terkait pemakzulan Aceng dari jabatan Bupati Garut. Mendagri Gamawan meminta Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) untuk menindaklanjuti Keppres itu.
Akhirnya 25 Februari 2013, Aceng menghadap Gubernur Jawa Barat Aher di Gedung Sate, Bandung. Aher menyerahkan Keppres SBY ke Aceng. Proses berlangsung 30 menit. Setelah itu, Aceng resmi lengser dari jabatan Bupati Garut.
Begitulah perjalanan pemakzulan Aceng yang dinyatakan MA melanggar UU Pemda dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Garis besar pemakzulan ini berproses di level masyarakat, DPRD, MA, Presiden, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur.
Lalu bagaimana dengan Yantenglie? DPRD Katingan akan belajar lebih dulu ke DPRD Garut untuk melengserkan Yantenglie. ***
Editor : Hens Pradhana